SIANTAR, Newsnarasi.com – Tak terasa, kepemimpinan dr. Susanti Dewani SpA sebagai Wali Kota Pematangsiantar akan segera berakhir. Setelah satu periode memimpin, tampuk kekuasaan akan beralih kepada Wesly Silalahi dan Herlina, pasangan yang berhasil memenangkan Pilkada serentak tahun 2024. Dalam perjalanan kepemimpinannya, Susanti menghadapi berbagai tantangan, dari dinamika politik hingga masalah tata kelola pemerintahan yang menjadi sorotan publik.
Pilkada serentak 2020 yang mengantarkan Susanti ke kursi kepemimpinan Pematangsiantar awalnya berlangsung dengan situasi yang unik. Berpasangan dengan Asner Silalahi, Susanti memenangkan kontestasi dengan melawan kotak kosong. Namun, sebelum pelantikan berlangsung, Asner Silalahi meninggal dunia. Keadaan ini membuat Susanti secara otomatis naik menjadi wali kota. Pelantikannya sendiri baru dilakukan pada 22 Februari 2022 oleh Gubernur Sumatera Utara saat itu, Edy Rahmayadi. Namun, dua hari setelah dilantik, Susanti melakukan perombakan besar di jajaran birokrasi Pemkot Pematangsiantar, termasuk mem-plt-kan sejumlah kepala dinas dan camat. Langkah ini kemudian menjadi awal dari polemik yang berkepanjangan selama masa kepemimpinannya.
Salah satu kontroversi terbesar dalam pemerintahan Susanti adalah kebijakan mutasi besar-besaran terhadap 88 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pada September 2022. Keputusan ini memicu perdebatan di DPRD Kota Pematangsiantar hingga berujung pada pengajuan Hak Angket. Banyak Aparatur Sipil Negara (ASN) yang merasa haknya dilanggar, karena mutasi yang dilakukan tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku. Dalam peraturan, wali kota memang memiliki kewenangan untuk melakukan mutasi dalam enam bulan pertama menjabat atau dengan izin dari Kementerian Dalam Negeri. Namun, karena kebijakan ini dianggap tidak sesuai prosedur, DPRD pun membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mengusut permasalahan tersebut.
Hak Angket yang diajukan oleh 27 anggota DPRD Kota Pematangsiantar pada Maret 2023 mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat. Berbagai aksi unjuk rasa pun terjadi, menuntut transparansi dalam kebijakan mutasi yang dilakukan Susanti. Polemik ini bahkan berlanjut hingga ke ranah hukum, dengan adanya laporan terhadap Susanti ke Bareskrim Polri terkait dugaan pemalsuan surat. Meski pada akhirnya Susanti memenangkan sengketa tersebut di Mahkamah Agung, masalah ini tetap meninggalkan jejak ketegangan antara eksekutif dan legislatif di Kota Pematangsiantar.
Selain persoalan birokrasi, kepemimpinan Susanti juga diwarnai isu lain yang tak kalah menarik, yakni dugaan keterlibatan suaminya, Kusma Erizal Ginting, dalam pengambilan keputusan strategis di pemerintahan. Beredar kabar bahwa banyak ASN yang ingin mendapatkan jabatan tertentu harus menemui suami wali kota terlebih dahulu, alih-alih mengandalkan kompetensi, akademik, dan prestasi. Isu ini semakin memperburuk citra kepemimpinan Susanti, karena menimbulkan persepsi adanya praktik nepotisme di lingkungan Pemkot Pematangsiantar.
Dari segi pembangunan, infrastruktur menjadi salah satu bidang yang disorot selama masa kepemimpinan Susanti. Permasalahan banjir di kawasan Jalan Merdeka dan Jalan Sutomo yang sering terjadi saat musim hujan tidak mendapat solusi konkret. Begitu juga dengan gunung sampah yang menumpuk di beberapa titik kota, yang dinilai kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah. Stadion Sangnawaluh, yang seharusnya menjadi ikon olahraga Kota Pematangsiantar, pun masih dalam kondisi mangkrak hingga akhir masa jabatan Susanti. Selain itu, kondisi jalan yang berlubang dan kurangnya lampu penerangan jalan di beberapa wilayah menambah daftar panjang permasalahan yang belum terselesaikan.
Di tengah berbagai kritik yang dilontarkan, ada pula beberapa aspek positif yang berhasil dicapai selama kepemimpinan Susanti. Salah satunya adalah peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Pematangsiantar yang terus mengalami kenaikan. Selain itu, tingkat toleransi antarumat beragama di kota ini juga tercatat membaik. Namun, pencapaian ini dinilai masih belum cukup untuk menutupi berbagai permasalahan mendasar yang dihadapi oleh masyarakat.
Salah satu tantangan besar yang dihadapi Susanti adalah persoalan relokasi pedagang Pasar Horas yang mengalami kebakaran. Pedagang yang kehilangan tempat berjualan harus berjualan di pinggir jalan, menyebabkan kemacetan parah setiap pagi di sekitar Jalan Merdeka. Hingga akhir masa jabatannya, Susanti belum mampu memberikan solusi konkret untuk permasalahan ini. Banyak pedagang yang mengeluhkan kurangnya perhatian dari pemerintah dalam menangani nasib mereka.
Ketika melihat kembali perjalanan kepemimpinan Susanti, muncul pertanyaan besar: apakah satu periode kepemimpinannya lebih banyak diwarnai kegagalan atau justru merupakan sebuah kesuksesan? Bagi sebagian masyarakat, berbagai persoalan yang terjadi selama masa kepemimpinannya menunjukkan bahwa banyak kebijakan yang tidak berjalan dengan baik. Di sisi lain, ada pula yang menilai bahwa setiap pemimpin pasti memiliki tantangan tersendiri dan tidak mungkin memuaskan semua pihak.
Dengan berbagai permasalahan yang masih tersisa, kini masyarakat menaruh harapan besar kepada Wesly Silalahi dan Herlina sebagai wali kota dan wakil wali kota yang baru. Mereka diharapkan mampu memberikan solusi nyata terhadap berbagai permasalahan birokrasi, infrastruktur, serta ekonomi di Kota Pematangsiantar. Selain itu, perbaikan komunikasi antara eksekutif dan legislatif juga menjadi tantangan besar yang harus segera dituntaskan oleh pemerintahan yang baru.
Bill Fatah Nasution, seorang aktivis mahasiswa yang kerap mengkritisi kebijakan pemerintahan, menyatakan bahwa permasalahan yang terjadi di Kota Pematangsiantar selama kepemimpinan Susanti harus dijadikan pelajaran bagi pemimpin berikutnya. Ia menegaskan bahwa mahasiswa sebagai agent of change akan terus mengawal kebijakan pemerintah, memastikan bahwa kebijakan yang diambil benar-benar berpihak kepada masyarakat. Menurutnya, perubahan yang diharapkan hanya dapat terwujud jika pemimpin yang baru mampu menjalankan kepemimpinan yang lebih transparan, akuntabel, dan responsif terhadap kebutuhan warga.
Pada akhirnya, masa kepemimpinan dr. Susanti Dewani SpA akan menjadi bagian dari sejarah Kota Pematangsiantar. Evaluasi atas kinerjanya tentu akan terus dilakukan, baik oleh masyarakat, akademisi, maupun politisi. Terlepas dari berbagai kontroversi yang terjadi, satu hal yang pasti adalah bahwa perjalanan kepemimpinan di Kota Pematangsiantar akan terus berlanjut dengan harapan akan perubahan yang lebih baik di masa mendatang.
(Red)