Dr. Frits Pangemanan: Pantas Jadi Duta Besar RI untuk Filipina

Dr. Frits Pangemanan, sosok inspiratif dari Sulawesi Utara

Dr. Frits Pangemanan: Sosok Putra Kawanua yang Layak Jadi Duta Besar RI untuk Filipina

MANADO, BERNARDWOMA.COM – Sulawesi Utara telah melahirkan banyak tokoh yang berkiprah di kancah nasional dan internasional, memberikan kontribusi signifikan bagi masyarakat Indonesia dan dunia.

Salah satu sosok inspiratif tersebut adalah Dr. Frits Pangemanan MSc PhD, seorang putra Kawanua yang dinilai sangat pantas untuk mengemban amanah sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Filipina.

Dr. Frits Pangemanan, seorang putra daerah Manado, memulai perjalanan akademiknya pada tahun 1999. Beliau meraih gelar S2 (Master Degree) di Asian Social Institute, sebuah institusi pendidikan tinggi bertaraf internasional yang berlokasi di Manila, Filipina.

Frits Herman Pangemanan (kiri) bersama Jenderal (Purn.) Agum Gumelar dalam Rapat Pelantikan Pemimpin Indonesian Diaspora Network-Global (IDN-Global), di Jakarta, Juli 2023. (File personal FHP)

Alumnus S1 Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng Manado ini terus mengembangkan diri di bidang Sosial, Filsafat, dan Antropologi di Ateneo de Manila University, hingga meraih gelar Doktor (S3) dalam kurun waktu 2002-2008.

Sembari menuntut ilmu, Frits Pangemanan aktif mencari nafkah sebagai dosen (Lecturer), peneliti, dan penulis buku bertaraf internasional dalam bahasa Inggris.

Berbekal prestasi dan kegigihannya, mantan wartawan The Jakarta Post (1991-1996) dan Kompas Group (Jakarta) ini mendapat tantangan dari almamaternya untuk terus mengembangkan kepakarannya di bidang ilmu sosial.

Frits Herman Pangemanan (atau akrab disapa FHP) memanfaatkan segala kemampuannya di Manila, Filipina, untuk menulis buku-buku ilmiah demi membiayai pendidikan S3-nya. Di antaranya, delapan buku tentang sejarah Misi Gereja Katolik di Kepulauan Maluku, termasuk kebudayaan Tanimbar.

Selain itu, ia juga dipercaya untuk mengedit lebih dari 10 buku lintas ilmu, mulai dari Teologi, Pastoral Gereja, Filsafat Sosial, hingga sejarah keagamaan karya Uskup dan para Imam Katolik lainnya.

Dengan ketekunan, kuliahnya dari tahun 2016 hingga 2020 membuahkan hasil dengan meraih gelar S3 (Doctor of Philosophy/Ph.D) dengan predikat “Summa Cum Laude”. Sebuah pencapaian yang diraih melalui perjuangan tanpa kenal lelah.

Kisah Inspiratif: Anak Seorang Penjual Koran

Ayahanda Frits hanyalah seorang pengecer koran sederhana di Manado, yang menjajakan korannya di emperan toko Bendar Manado pada era 1960-an hingga 1970-an.

Ayahnya, Simon Pangemanan, seorang Katolik yang taat, dipercaya oleh Gereja sebagai Ketua atau yang dulu disebut Guru Jumat (Pemimpin atau Ketua Jemaat saat ini).

Sebagai pemimpin umat, Simon sangat piawai dalam memimpin ibadah maupun berpidato di depan publik. Kelebihannya ini diperoleh berkat kebiasaannya membaca koran setiap hari, yang kemudian dijadikan ilustrasi saat berbicara di depan umum.

Bakat, talenta, dan kecerdasan “guru jumat” inilah yang kemudian menurun kepada putranya, Frits.

Berbekal gelar Sarjana Filsafat (S1) dari Seminari Tinggi Pineleng Manado, Frits hijrah ke Jakarta pada tahun 1988.

Berkat kecerdasan filosofisnya, kepiawaiannya dalam menulis, dan kemampuannya berbahasa Inggris yang fasih, ia diterima melalui seleksi ketat sebagai staf khusus Kepala Kantor Penerangan PBB (United Nations Information Center; UNIC) yang berkantor di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta.

Selama bekerja di UNIC, Frits dididik oleh atasannya, Direktur UNIC PBB, Mr. Hisashi Uno, seorang penulis besar berkebangsaan Jepang. Banyak ilmu yang diturunkan oleh atasannya, antara lain kesekretariatan, kearsipan, serta penulisan berita ilmiah maupun jurnal ala koran dan majalah.

Kedisiplinan kerja yang tertata rapi, keterampilan dalam riset, ketelitian dalam menguji fakta, dan kecekatan dalam menulis naskah ilmiah PBB, membuat Frits semakin akrab dengan dunia internasional PBB.

Di gedung Dewan Pers inilah ia bertemu dan berinteraksi dengan tokoh-tokoh pers Indonesia, seperti Gunawan Mohamad (Majalah Tempo), Husein Assegaf, Jakob Oetama, Zulharmans, Ed Zoelverdi, hingga penyair Sutardji Calzoum Bachri.

Di sela-sela waktu istirahat, ia sering mendengar tokoh-tokoh tersebut berdiskusi tentang isu-isu pers terkini.

Di masa itu, pemuda dari kampung pece Tikala Kumaraka, Manado ini, memberanikan diri mengikuti tes tertulis, psikotes, dan wawancara untuk mendapatkan beasiswa jurnalistik yang dibuka oleh Lembaga Pers Dr. Soetomo. Dari seribu calon pendaftar, hanya 15 orang yang diterima, dan salah satunya adalah Frits, yang teringat masa kecilnya saat disuruh ayahnya menjual koran di Pasar 45 Manado setelah pulang sekolah.

Setelah mengikuti diklat yang ketat dan disiplin, Frits berhasil lulus sebagai lulusan terbaik dan langsung ditawari bergabung dengan Majalah Tempo oleh Goenawan Mohamad.

Namun, Raymond Toruan dari Koran berbahasa Inggris grup Kompas bersikeras merekrutnya setelah melihat kepiawaiannya berbahasa Inggris. Selama tahun 1991-1996 di Jakarta Post, Frits banyak ditugaskan meliput berbagai peristiwa di benua Asia dan Eropa.

Pada tahun 1997, Frits dan rekan-rekannya mendirikan Majalah Pasar Modal dan aktif berkegiatan di Pasar Modal Surabaya, Pasar Modal Jakarta, dan Pasar Modal Singapura.

Momentum Krisis Moneter 1999

Sejak krisis ekonomi tahun 1999, wartawan yang telah bertransformasi menjadi cendekiawan muda ini mengambil keputusan penting, yaitu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Selama berkarir di dunia jurnalistik, wartawan pekerja keras ini juga turut membantu mendirikan majalah ordo religius Tarekat Misionaris Hati Kudus Indonesia di Jakarta, di antaranya majalah Hati Baru dan Shalom.

Berkat bantuan lobi pimpinan Tarekat, Frits memperoleh beasiswa dari Filipina untuk melanjutkan pendidikan Strata-2 (S2) di Asian Social Institute, Manila, tempat para ilmuwan sosial Asia belajar.

Selanjutnya, Frits disibukkan dengan bekerja sebagai Profesional Interpreter pada berbagai Forum/Seminar Internasional, yang membawanya berkeliling benua Asia dan Afrika.

Ia juga tetap aktif sebagai peneliti, penulis, dan editor buku serta jurnal dalam bahasa Inggris dan Indonesia.

Pada tahun 2006, Frits direkrut menjadi dosen yang mengajar mata kuliah Culture, Language, History, Journalism, dan Politik. Selain itu, ia juga mengajar Studi Religi, yang meliputi agama, spiritualitas, sejarah Kristen dan Kitab Suci.

Ia mengajar di Ateneo de Manila University dan Lembaga Research ACAS. Selain sebagai dosen, peneliti, dan penulis buku (sekitar 20-an buku berbahasa Inggris), Frits juga ditunjuk untuk membantu Dubes Filipina, Dr. Sinyo Harry Sarundajang SH, dalam menulis beberapa buku literatur yang diberi pengantar oleh tiga Duta Besar dan tiga Atase Pendidikan dan Kebudayaan di era yang berbeda pada tahun 2018.

Terdapat momen menarik saat Frits bekerja di Kedubes Filipina. Pada acara peringatan ulang tahun perkawinan ke-50 keluarga Sarundajang Laoh, SHS memperkenalkan Dr. Frits Pangemanan MSc PhD sebagai ilmuwan putra Minahasa kelas Asia dengan karya-karya internasional.

Lulusan doktoral Filipina yang meraih predikat Summa Cum Laude ini memiliki jaringan yang sangat luas.

Menurut SHS, Dr. Frits mengajar di beberapa perguruan tinggi dan lembaga pendidikan di Manila. Para mantan mahasiswanya adalah tokoh-tokoh dari Komisi Perguruan Tinggi Filipina dan tokoh-tokoh militer dari lingkungan National Education Police Intelligence Group yang berpangkat Jenderal, yang pernah mengikuti kuliah bahasa, budaya, dan kesejarahan Indonesia.

Mantan Gubernur Sulut itu pun tak ragu menyebutkan bahwa Dr. Frits sempat menyalurkan sejumlah mahasiswa Indonesia dari Jawa untuk mendapatkan beasiswa belajar di Manila, Filipina. (BERNARDWOMA.COM)

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *